PONDOK PESANTREN AL-ISLAM
KEMUJA BANGKA
OLEH : WARDATUL ILMIAH
OLEH : WARDATUL ILMIAH
I. SEJARAH BERDIRINYA PONPES AL-ISLAM
Pondok Pesantren Al-Islam berdiri pada tahun 1978 di Kemuja, yang didirikan oleh Haji Abdussomad dan Haji Ahmad Abu Bakar. Dalam catatan sejarah Pondok Pesantren ini merupakan salah satu Pondok Pesantren tertua di Bangka, karena ada satu lagi Pondok Pesantren yang setahun lebih tua dari Pondok Pesantren Al-Islam, yakni Pondok Pesantren Nurul Ihsan di Baturusa yang berdiri pada tahun 1977 yang didirikan oleh haji Muhammad Umar dan Haji Chalid Samid, akan tetapi pesantren ini mengalami kemerostan karena tidak berjalannya sistem pambelajaran yang baik. Sehingga sekarang jauh tertinggal dari Pesantren Al-Islam yang kini masih eksis dan sangat berpengaruh dalan kehiduan masyarak Bangka.
Istilah pesantren merupakan hal yang baru bagi masyarakat Bangka, karena istilah ini baru muncul pada tahun 1970-an, istilah pesantren baru dikenal dikalangan masyarakat ketika dari mereka banyak yang menyekolahkan anaknya di pondok pesantren terkenal di Saribandung, yakni pondok pesantren Nurul Islam, yang pada masa itu sedang dalam kejayaannya sehingga terkenal di wilayah Sumatra Selatan, dalam waktu yang sama banyak santri yang bermukim di Jawa, setelah itulah istilah pesantren mulai ada pada masyarakat Bangka.
Sebelum adanya sistem pesantren, sistem pengajaran agama Islam di Bangka berbentuk lembaga pengajian. Pada awal abad XX pendidikan madrasah diperkenalkan dengan istilah “Sekolah Arab” istilah ini digunakan untuk membedakan sekolah umum dan sekolah rakyat, dan karena ilmu-ilmu yang diajarkan adalah ilmu-ilmu agama Islam dan menggunakan kitab-kitab berbahasa arab. Namun seiring berjalannya waktu, keberadaan madrasah tersebut sudah tidak berfungsi lagi. Madrasah inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya dua pesantren di Bangka, yakni pondok pesantren Nurul Ihsan di Batusura dan pondok pesantren Al-Islam di Kemuja.
Madrasah yang didirikan di Baturusa dan Kemuja berawal pada tahun 1920, madrasah ini mengalami pasang surut, sehingga pada tahun 1932 di desa Kemuja di dirikan juga sebuah madrasah yang berjumlahkan murid 30 orang, namun sayang seluruh alumninya tidak ditemukan dan madrasah inipun musnah. Pada tahun 1930-an terdapat dua madrasah di Baturusa. Yang satu didirikan oleh Kaum Tuo, dan yang satu di dirikan oleh Kaum Mudo dengan nama Madrasah Al-Irsyad. Namun sayang madrasah-madrasah yang ada di dua tempat tersebut tidak berfungsi cukup lama, sehingga bangunan dan fasilitasnya pun tidak dapat berthan lagi.
Seiring dengan semangat kemerdekaan dan meningkatnya kebutuhan akan pegetahuan agama, yang melahirkan banyak guru agama dan pejabat agama yang berpengaruh di Bangka. Di Baturusa pun mendirikan madrasah setingkat Tsanawiyah pada tahun 1976 dan madrasah Aliyah pada tahun 1982 yang kemudian berkembang berdirinya Pendidikan Guru Agama Negri (PGAN) sampai berubah status menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN ) pertama di Bangka.
Deskripsi madrasah diatas menunjukkan bahwasanya asal usul lembaga pesantren di Bangka pada umumnya berawal dari madrasah, dan ini merupakan corak khas dari pondok pesantren di Bangka. Bukan seperti di jawa, yang mana pesantren itu bermula dari lembaga-lembaga pengajian, atau kedatangan seorang kiyai dengan membuka lahan untuk mendirikan pesantren dengan seizin gurunya dengan membawa sejumlah santri unuk menjadi cikal bakal, seperti pesantren Tebu Ireng di Jombang, dan lembaga pendidikan islam di jawa bukan merupakan pendidikan islam asli masyarakat Bangka.
Pondok pesantren Al-Islam sesungguhnya hanya merupakan penggabungan dari beberapa madrasah mulai dari tingkat Ibtidaiyyah, Tsanawiyah sampai tingkat Aliyah yang menjadi satu kesatuan yang dikelola oleh satu badan hukum berbentuk Yayasan. Sebagai pelengkap kemudian ditmbhkanlah kurikulum pesantren berupa pengajian kitab-kitab kuning dan beberapa kegiatan seperti Muhadarah (latihan pidato) dan ibadah kemasyarakatan, kemudian disedikan juga asrama bagi santri yang berasal dari desa yang jauh letaknya dari pesantren.
Karakreristik utama dari pondok pesantren Al-Islam ini merupakan pengabungan antara kurikulum madrasah yang bersifat klasikal dengan kurikulum pesantren, yang pada aplikasinya kurikulum madrasah yang menjadi tolak ukur kelulusan setiap peserta didiknya yakni kemampuan penguasaan materi madrasah dari pada materi pesantren itu sendiri.
II. KEDUDUKAN GURU DAN KIYAI
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pondok pesantren Al-Islam berdiri dari penggabungan madrsah madrasah yang ada di Bangka, dan ini berdampak pada kepiawaian Pimpinan pondok pesantren di Bangka begitu juga dengan Al-islam. Pondok pesantren Al-Islam dijabat oleh ulama senior. Di satu sisi ulama ini tidak disegani dan dihormati oleh santri-santrinya karena setiap kali memberikan pengajian kitab kuning sering menggunakan bahasa daerah dan ini dianggap tidak sesuai dalam proses pembelajaran, dan ini dikarenakan ulama senior tersebut tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bukan hanya itu, Beliau pun tidak menguasai metodologi dan strategi belajar mengajar karena hanya lulusan pengajian semata. Namun di sisi lain peranan pimpinan pesantren ini sangat di ta’dimi, berpengaruh dan berkharisma dimata masyarakat setempat.
Konsekuensi lain dari sebuah pesantren yang berdiri dari madrasah adalah kepemimpinan pesantren yang cenderung rasional demikratis. Kedudukan kiyai di pesantren diangkat oleh pengurus yayasan. Sehingga kebijakan pesantren ditentukan oleh pengurus yayasan dan pimpinan madrasah yang ada di lingkungan pesantren tersebut. Melalui sistem inilah pesantren Al-Islam tetap eksis sampai sekarang, dan dalam batas-batas tertentu mengembangkan diri dalam rangka peningkatan kulitasnya.
Karena kurangnya kemampuan para kiyai senior tersebut, Para santri lebih hormat pada guru agama senior mereka di madrasah yang pada waktu itu dijabat oleh Ahmad Hijazi, alumnus ponpes Nurul Islam Saribandung. Pada tahun 1983 Al-Hijazi dingkat menjadi pimpinan pondok pesantren Al-Islam meskipun pada saat itu usianya masih relativ muda, namun kepiawaiannya dan kecakapan ilmunya tidak diragukan lagi. Para santri lebih menghormatinya dan masyarakat setempat pun mempercayakan hal itu. Al-Hijazi dingkat menjadi pimpinan bukan hanya faktor kecerdasan dan keilmuan yang dimilkinya, juga karena Beliau terkenal dengan keikhlasannya, kesabarannya dan kearifannya dalam memimpin pesantren dan mengnsuh santri di pondok tersebut.
Tenaga pendidik di pondok pesantren Al-Islam berjumlah 50 orang untuk berbagai tingkat madrasah dan pengajian kitab kuning. Mayoritas guru madrasah Tsanawiyah dan Aliyah merupakan Sarjana, terutama dari perguruan tinggi islam, ada juga yng berlatar belakang pendidikan hanya sampai tingkat Aliyah namun pernah mengikuti pesantren salafiyah di Jawa. Untuk bidang-bidang umum, guru-guru memiliki latar belakang pendidikan di perguruan tinggi umum. Selain diangkat oleh yayasan, di pesantren al-islam terdapat beberapa guru negeri yang diperbantukan oleh Departemen Agama.
Rekrutmen guru pada pondok pesantren Al-Islam bukan menjadikan ijazah sebagai tolak ukur utama, malainkan spek kualitas dan kepribadian menjadi lebih penting. Bahkan kadang-kadang kepribadian dan kepatuhan kepada tradisi pesantren lebih penting dari pada pengetahuan dan kemampuan akademis seseorang. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya salah seorang guru yang tidak mengikuti aturan pesantren. Hal ini dilakukan karena bagi mereka guru merupakn sosok yang harus dihormati, dicontoh dan di ikuti tingkah lakunya, jadi guru haruslah mencerminkan sikap uswatun hasanah dalam kesehariannya.
III. SISTEM PEMBELAJARAN
Pondok pesantren Al-Islam terdiri dari Taman Kanak-Kanak, madrasah Ibtidaiyyah, madrasah Diniyah, madrasah Tsanawiyah, dan madrasah Aliyah. Madrasah diniyah diperuntukkan bagi anak-anak SD yang ingin menambah pengetahuan agama. Madrasah Ibtidaiyyah di laksanakan pada pagi hari, sedangkan madrasah Diniyah, Tsanawiyah dan Aliyah dilaksanakan pada sore hari (antara pukul 13.30 samapi dengan 17.30 WIB).
Santri yang berada dipesantren Al-Islam dikategorikan kepada dua golongan, yakni santri kalong dan santri mukim. Hal ini dikarenakan tidak adanya peraturan yang mengharuskan para santrinya mukim di pesanten, akan tetapi kebanyakan dari mereka merupkan santri kalong.
IV. KURIKULUM PONPES AL-ISLAM
Kurikulum utama pesantren Al-Islam mengikuti kurikulum Departemen Agama, yang mana Departemen Agama setempat dalam batas-batas tertentu mengikuti dari kebutuhan dan kelastarian pemahaman ahlus sunah wal jama’ah di Bangka. Hal ini nampak dari buku-buku pelajaran yang yang digunkn di madrasah tersebut. Khusus bagi madrasah Diniyah memiliki kurikulum sendiri (mencakup mata pelajaran dalam lingkup ilmu-ilmu agama islam). Selain itu ditambahkan dengan kurikulum pesantren. Kitab kitab kuning yang diajarkan di pondok pesantren Al-Islam di bedakan antara tingkat Tsanawiyah dengan tingkat Aliyah, berikut adalah datanya :
Tabel Kitab Kuning Untuk Tingkat Tsanawiyah
PELAJARAN | JUDUL | PENGARANG |
Tafsir | Tafsir Al-Jalalain | Jalaluddin Al-suyuti dan Jalaluddin Al-Mahally |
Hadits | Hadits Al-Arba’in An-Nawawiyah | Imam Nawawi |
Nahwu | Matan Al-Jurumiyah | Ahmad Zaini Dahlan |
Nahwu | Mukhtasor Jiddan | Ahmad Zaini Dahlan |
Shorof | Matan Al-Bina’ | Mulla Al-Danqarri |
Shorof | Al-amtsilah Al-Tashrifiyah | Maksum Ali |
Fiqih | Al-Ghayah wa Al-Takrib | Abu Suja Al-Isfahani |
Tauhid | Matan Umm Al-Barahin | Muhammad Al-Sanusi |
Tajwid | Al-Tajwid Al-Wadhih | Darul Qutni |
Tabel Kitab Untuk Tingkat Aliyah Di Pondok Pesantren Al-Islam Adalah
PELAJARAN | JUDUL | PENGARANG |
Tafsir | Tafsir Al-Jalalain | Jalaluddin Al-Suyuti dan Jalaluddin Al-Mahally |
Nahwu | Al-Kawakib Al-Dariyah | Muhammad bin Ahmad bin Abdul Barri |
Nahwu | Qawaid Al-Lughah Al-Arabiyah | Hafni Nashif |
Sharaf | Al-Kaylani | Ali bin Hisyam |
Fiqih | Fathul Qarib | Ibn Qassim Al-Ghazzi |
Tauhid | Kifayah Al’awwam | Muhammad Al-Fadhdali |
Tajwid | Hidayah Al-Mustafid | Muhammad Al-Mahmud |
Akhlak | Ta’lim Al-Muta’llim | Burhan Al-Jurnuzi |
Seluruh kitab yang diajarkan tersebut mengikuti prinsip-prinsip ahlus sunah wal jama’ah. Tidak ada diantara kiab kitab tersebut yang ditulis oleh ulama modernis yang tidak mengikuti prinsip-prinsip dan tradisi ahlus sunah wal jama’ah. Hal ini menunjukkan bahwa islam yang diajarkan di pesantren Al-Islam mengikuti paham ahlus sunah wal-jama’ah . Ini sesuai dengan rumusan tujuan pondok pesantren Al-Islam Kemuja, yakni “tarbiyah al-insan shalihin ‘ala thoriqoh ahl al-sunnah wal-jama’ah, atau mendidik insan sholeh yang bewawasan ahl al-sunnah wal-jama’ah. Dengan mengacu kepada konsep ahl al-sunnah wal-jama’ah kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan mengacu pada norma tersebut.
Pengajian kitab kuning diselengggarakan pada malam hari dengan menggunakan metode bandongan, yakni metode dimana seorang guru membacakan dan menjelaskan isi kitab sementara santri memegang kitabnya masing-masing mendengar dan mencatat keterangan guru baik langsung pada lembaran kitab tersebut maupun pada kertas catatan lain. Kemudian cara banongan berkembang dengan cara Tanya jawab dimana guru menanyakan isi kandungan atau menyuruh para santri untuk membacakan kembali maupun menanyakan kembali kepada santrinya tentang makna perkata dan menyuruhnya untuk membacakan kembali kitab tersebut. Hal ini bertujuan sebagai tolak ukur bagi para guru untuk mengetahui apakah santrinya memahami apa yang diajarkannya serta penguasaan dalam membaca kitab kuning tersebut.
Selain pengajian kitab kuning, pondok pesantren Al-Islam juga mengadakan berbagai kegiatan ekstra kurikuler meliputi pengajian Al-Qur’an, muhadoroh, pembacaan barjanzi, praktik ibadah kemasyarakatan, olah raga, seni qasidah, keterampilan dan kepramukaan, yang pada umumya dilaksanakan pada malam hari atau pada hari minggu.
Para santri seringkali mengisi acara kemsyarakatan dengan menghadirkan qari’dan qari’ah terbik serta penceramah yang dipercaya. Hal ini dilaksanakan bukan hanya sekedar melatih kemampuan mental para santrinya melainkan juga sebagai sarana dakwah sekaligus sarana promosi kepada masyarakat.
V. STATUS ALUMNI
Alumni pondok pesantren Al-Islam banyak yang mengajar agama di madrasah dan sekolah-sekolah di Bangka dan melaksanakan kegiatan dakwah islam di daerahnya masing-masing, banyak yang telah menjadi sarjana dan kembali kepada almamaternya untuk mengabdikan diri dengan ilmu yang telah dimilikinya. Sebagian lagi menetap di berbagai derah dengan berbagai macam profesi yang digelutinya. Ada diantara mereka yang mendirikan madrasah-madrasah di desa-desa lain yang belum memliki lembaga serupa.
VI. HUBUNGAN PEMETINTAH DAN MASYARAKAT DENGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAM
Pondok pesantren Al-Islam memiliki peranan ganda, yang pertama melaksanakan fungsi yang bersifat intern merupakan pelaksanaan fungsi pendidikan dan pengajaran lembaga pesantren, sedangkan kegiatan dakwah dan tabligh merupakan pelaksanaan fungsi pesantren sebagai lembaga dakwah. Antara masyarakat dengan pesantren Al-Islam sama-sama mempertahankan dan memelihara islam tradisional di Bangka.
Masyarakat Bangka sadar betul akan perkembangan pemahaman dalam islam, oleh karena itu pihak pesantren sangat berhati-hati terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan terhadap paham ahl al-sunnah wal-jama’ah, setiap kali ada penyimpangan yang muncul di tengah-tengah masyarakat Bangka, mereka cepat-cepat mendiskusikannya dengan merujuk kepada kitab-kitab klasik yang mereka pelajari, dan istlah ini sering mereka sebut dengan istilah bahtsul masail. Hal ini dilakukan agar penyimpangan dan isu-isu yang menyesatkan tidak masuk ke pesantren. Inilah salah satu fungsi pesantren sebagai intrrnal dan eksternal kemsyarakatan.
Paham ahl al-sunnah wal-jama’ah sudah mengakar kuat di kalagan masyarakat Bangka, kehadiran pondok pesantren yang ada di Bangka, tidak terlepas juga pondok pesantren Al-Islam merupakan salah satu upaya melestarikan paham ahl al-sunnah wal-jama’ah dari generasi ke generasi. Adanya kesatuan cita-cita dan harapan merupkan kekuatan yang potensial dalam mempertahankan dan memelihara kelestarian islam tradisional (ahl al-sunnah wal-jama’ah)
Hubungan birokrasi antara guru atau kiyai dengan pemerintah setempat merupkan kerjasama yang bersifat mutualistik, dimana pemerintah melibatkan para guru atu kiyai tersebut dalam pertemuan-pertemuan dan kegitan-kegiatan tertentu yang pada gilirannya dapat mensosialisasikan program-progran dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Di sisi lain para guru atau kiyai tersebut dapat menyebar luaskan prinsip dan ajaran islam dalam masyarakat, dan inilah fungsi pesantren sebagai lembaga sosial kemasyarkatan.
Meskipun pihak pesantren memegang teguh prinsip ahl al-sunnah wal-jama’ah, tetapi mereka tidak menutup diri dengan perubahan yang ada. Pihak pesantren memiliki prinsip memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik.
VII. KESIMPULAN
Pondok pesantren Al-Islam merupakan salah satu pondok pesantren tertua di Bangka, dan pesantren ini terletak di Kemuja yang berdiri pada tahun 1978. Pendirinya adalah Haji Abdussomad dan Haji Ahmad Abu Bakar. Pondok pesantren ini berasal dari madrasah-madrasah yang telah ada sebelumnya, karena pada hakikatnya masyarakat Bangka belum familiar dengan istilah pesantren.
Al-Islam merupakan salah satu alternatif dalam melestarikan paham ahl al-sunnah wal-jama’ah dalam masyarakat Bangka, keselarasan ideology antara pesantren dengan harapan masyarakat merupakan pondasi yang sangat nyata dalam melestarikan keberadaan dan keberlangsungan pesantren Al-Islam, hal ini terlihat dari kurikulum yang dajarkan pada pesantren tersebut yang menggunakan kitab-kitab dan materi ajar yang sesuai dengan paham ahl al-sunnah wal-jama’ah. Oleh karena itulah masyarakat setempat berbondong-bondong menyekolahkan anaknya pada pesantren tersebut.