PPS IAIN


PEMERINTAH MENGANUGERAHKAN KEHORMATAN ANUMERTA
 KEPADA PARA PAHLAWAN
Analisis Koran Republika, Edisi Rabu 09 November 2011
Oleh : Wardatul Ilmiah, S.Pd.I
Warga negara yang baik adalah seorang warga negara yang mampu menghargi dan menghormati jasa-jasa pahlawannya, karena bagaimanapun tegak dan berdirinya suatu bangsa tidak terlepas dari jasa para pendahulu kita. Selasa, 08 November 2011 ketua Dewan Gelar dan Tanda Jasa Kehormatan Djoko Suyanto beserta para anggotanya diantaranya  Quraish Shihab, Tb Silalahi, Juwono Sudarsono, Haryono Suyono, Jimly Asshidiqqie, dan Eti Setiawati memberikan gelar kehormatan sebagai pahlawan nasional kepada :
1. Tokoh Pejuang dari Banten Syafruddin Prawiranegara (Alm),
2. Tokoh Pejuang dari Kalimantan Selatan KH Idham Chalid (Alm),
3. Almarhum Prof Dr Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka) sebagai Tokoh Pejuang dari   Sumatera Barat,
4. Ki Sarmidi Mangunsarkoro (Alm) Tokoh Pejuang dari DIY Yogyakarta
5. Tokoh Pejuang Bali I Gusti Ketut Pudja (Alm),
6.Tokoh Pejuang Jawa Tengah Sri Susuhanan Pakubuwono X (Alm),
7. Ignatius Josep Kasimo Hendrowahoyono (Alm) Tokoh Pejuang asal Yogjakarta.

Penyematan gelar kehormatan tersebut di laksanakan  di Istana Negara, Jakarta, yang langsung disematkan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang diwakili oleh ahli waris masing-masing. Gelar pahlawan nasional merupkan bukti nyata dan pengkuan kepahlawanan kita kepada mereka. Pemberian gelar kepada tujuh pahlawan tersebut sudah sesuai dengan persyaratan yang telah di sepakati. 
Ada syarat umum sesuai dengan UU nomor 20, syarat umumnya adalah WNI atau bukan WNI tapi integritas moralnya tinggi, ada keteladanan dan berjasa kepada Nusa dan Bangsa sesuai dengan bidangnya masing-masing, berkelakuan baik dan setia tidak pernah mengkhianati bangsa. Tidak pernah dipidana selama lima tahun. 
Syarat khusus gelar pahlawan nasional, pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan di bidang lain. Untuk mencapai dan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan serta mengisi persatuan dan kesatuan bangsa. Kedua, tidak pernah menyerah kepada musuh dan melakukan pengabdian dan perjuangan sepanjang hidupnya. Bisa melahirkan gagasan kepemimpinan besar dan menghasilkan karya besar, memberikan konsistensi di dalam perjuangannya dan terakhir, perjuangannya jangkauannya nasional. Jadi kalau jangkauannya kedaerahan, mungkin tingkatnya bukan pahlawan nasional.
Pahlawan nasional diseleksi di Kementerian Sosial, diusulkan dari berbagai daerah dan kelompok masyarakat. Diseleksi oleh tim, timnya dari Kemensos, Mabes TNI, umumnya hampir seluruhnya Sejarawan atau tokoh masyakrat ada 12 sampai 13 orang.
Gelar pahlawan nasional yang dianugrahkan Presiden SBY kepada Syafruddin Prawiranegara dianggap sebagai langkah tepat. Pasalnya, sosok Syafruddin dinilai memiliki jasa luar biasa besar terhadap kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Harusnya sejak dulu gelar pahlawan nasional diberikan negara kepada Syafruddin Prawiranegara, jasa Syafruddin terbesar adalah menyelamatkan kedaulatan Indonesia dari penjajah Belanda dengan  membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan markas di Bukittinggi, Sumatra Barat. Yang membuatnya tidak juga diangkat sebagai pahlawan nasional, ketika Orde Lama dan Orde Baru, dia dianggap melakukan tindakan subversif. Yakni, terlibat dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
TNI menilai status Syafruddin sebagai pemberontak. Sehingga tidak layak diberi gelar pahlawan nasional.
Kasus yang menimpa Syafruddin, dinila mirip dengan tokoh Masyumi, Mohammad Natsir. Karena Natsir sudah mendapat gelar pahlawan nasional pada 2008, maka seharusnya tidak ada keraguan bagi pemerintah untuk menganugrahkannya kepada Syafruddin. “Pemberian gelar ini sangat tepat”.
Syafrudin Prawiranegara pernah menjabat sebagai wakil Perdana Menteri, menteri Keuangan, dan menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai wakil menteri Keuangan pada 1946, menteri Keuangan pertama kali pada 1946, dan menteri Kemakmuran pada 1947. Pada saat menjabat sebagai menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer II dan menyebabkan terbentuknya PDRI.
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, dan aktivis politik. Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat.
Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam.Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Ia mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bid'ah, tarekat, dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Ia menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.
Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya mengundurkan diri pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Idham Chalid yang memulai karir politik dari anggota DPRD Kalsel, seorang ulama karismatik, yang selama 28 tahun memimpin Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Pernah menjadi Wakil Perdana Menteri pada era pemerintahan Soekarno, Menteri Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Sosial pada era pemerintahan Soeharto dan mantan Ketua DPR/MPR. Idham juga pernah menjadi Ketua Partai Masyumi, Pendiri/Ketua Partai Nahdlatul Ulama dan Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Idham Chalid satu-satunya Ketua Umum PBNU yang paling lama.
Selain tercatat sebagai salah satu tokoh besar bangsa ini pada zaman Orde Lama maupun Orde Baru, sebagian besar kiprah Idham dihabiskan di lingkungan Nahdlatul Ulama. Selain itu, Idham juga tercatat sebagai “Bapak” pendiri Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Idham tercatat sebagai tokoh paling muda sekaligus paling lama memimpin ormas Islam yang didirikan para ulama pada tahun 1926 tersebut. Alamarhum memiliki pengabdian dan pengalaman yang begitu beragam. Idham Cholid yang telah memimpin NU selama 28 tahun ini dalam karirnya selalu berada dalam tiga sosok, yaitu ketua NU sebagai ormas, NU sebagai parpol dan sebagai pejabat negera. Dia juga pernah memimpin tiga partai yaitu Masyumi, NU dan PPP.
Kiai Idham Chalid pernah menduduki tiga jabatan menteri, yaitu wakil perdana menteri, menkopolkam, dan menteri sosial. Di posisi legislatif, ia juga menduduki berbagai jabatan mulai dari anggota DPRD Kalsel, DPR dan MPR. KH Idham Chalid merupakan  Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU), Ketua Partai Masyumi
Pendiri/Ketua Partai NU, Pendiri/Ketua Partai Persatuan Pembangunan ( PPP), Perdana Menteri Indonesia,
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan MPR, Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Kabinet Pembangunan I (1968-1973), Menteri Sosial Tim Penasehat Presiden. Beliau mendapatkan penghargaan Doktor Honoris Causa dari Al-Azhar University, Kairo, Mesir.

Lampiran :
Biodata tujuh pahlawan nasional beserta karirnya
1.     Sjafruddin Prawiranegara
Lahir: Anyer Kidul, Serang, Banten, 28
Februari 1911
Wafat: Jakarta, 15 Februari 1989
Karier:
1945 Anggota Badan Pekerja KNIP
1945 Masuk Partai Masyumi.
1946 Menteri Keuangan
1947 Menteri Kemakmuran
Desember 1948 – 14 Juli 1949 Ketua/Presiden Pemerintah Darurat Republika
Indonesia merangkap Menteri Pertahanan dan Menteri Penerangan
1949 Wakil Perdana Menteri
1949-1950 Menteri Keuangan
1950-1951 Direktur De Javasche Bank
1951-1958 Gubernur Bank Indonesia
1958 Presiden Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
1980an Menghabiskan masa tua menjadi Ketua Korps Mubalig Indonesia.
2.     Idham Chalid
Lahir: Satui, Kalimantan Selatan, 27 Agustus 1921.
Wafat: Jakarta, 11 juli 2010.
Karier:
1950 Ketua Partai Masyumi Kalimantan Selatan
1949-1950 Anggota DPR RIS
1956-1984 Ketua NU
1966 Ketua Presidium Kabinet Ampera
1971-1977 Ketua MPR/DPR
3.     Buya Hamka
Lahir: Maninjau, Sumatra
Barat, 17 Februari 1908
Wafat: Jakarta, 24 Juli 1981
Karier:
1925 Bergabung dengan Partai Sarekat Islam
1928 Ketua Cabang Muhammadiyah Padang Panjang
1931 Konsul Muhammadiyah di Makassar
1946 Ketua Muhammadiyah Sumatra Barat
1953 Penasihat PP Muhammadiyah
1955 Anggota Konstituante lewat Partai Masyumi
1977 Ketua Majelis Ulama Indonesia
1981 Mengundurkan diri dari jabatan Ketua MUI
4.     Sri Susuhunan Pakubuwono X, Raja Surakarta
Lahir: Surakarta, 29 November 1866
Wafat: Surakarta, 1 Februari 1939
5.     I Gusti Ketut Pudja, Anggota BPUPKI Gubernur Sunda Kecil
Lahir: Bali, 19 Mei 1908
Wafat: 4 Mei 1977
6.     IJ Kasimo Hendrowahyono, Ketua Partai Politik
Katolik Indonesia
Lahir: Yogyakarta, 1900
Wafat: Jakarta, 1 Agustus 1986
7.     Ki Sarmidi Mangunsarkoro, Tokoh Pendidikan
Lahir: Surakarta, 23 Mei 1904
Wafat: Yogyakarta, 8 Juni 1957